Pages

Technopreneur dan Startup Company



Seiring perkembangan internet di Indonesia yang semakin murah dan mudah, kian banyak orang menggunakan media ini untuk berbagai hal, salah satunya berwirausaha. Dilihat dari profil pengguna internet di Indonesia, sebagian besar didominasi anak-anak muda yang senang mencoba hal-hal baru. Tentu saja, ini berpengaruh terhadap berbagai usaha yang dijalankan dengan berbasis internet. Kini banyak entrepreneur muda yang menjalankan usahanya berbasis internet atau disebut Technopreneur. Istilah ini merupakan gabungan technology dan entrepreneur yang biasanya disematkan kepada mereka yang melek teknologi, kreatif, inovatif, dan dinamis.

Para technopreneur yang umumnya didominasi anak-anak muda banyak merintis bisnis atau perusahaannya berbasis internet sehingga disebut startup company. Kini, jumlah startup di Indonesia semakin menjamur dan menawarkan berbagai produk atau jasa pada konsumen via internet. Sebut saja, Freelancer.com, Tiket.com, dan lain-lain.

Meski bisnis ini sering dianggap ”iseng-iseng berhadiah”, namun omsetnya cukup menjanjikan. Untuk itu, kini pengelolaan startup company tak bisa lagi dianggap main-main. Dan, mengingat para technopreneur kebanyakan anak muda, mereka dituntut untuk selalu berani berbeda dan mencoba sesuatu yang baru. Tak jarang beberapa startup company rintisan para technopreneur muda mengalami kegagalan. Alasannya, karena sang empunya sudah merasa sukses dengan pencapaian bisnisnya, sehingga malas berkarya dan mencoba hal baru.

Dalam membangun bisnis startup company, seorang technopreneur harus lebih fokus pada bisnis yang berkelanjutan, bukan memikirkan keuntungan yang didapat. Selain itu, startup company harus diperlakukan tak ubahnya perusahaan-perusahaan konvensional pada umumnya. Artinya, startup harus dikelola secara serius, bukan dianggap sekadar faktor teknis terkait kemampuan komputasi.

Melihat peluang dan perkembangan startup company dan munculnya technopreneur-technopreneur muda di Indonesia, kini banyak lembaga yang menjadi inkubator bisnis untuk mendidik dan melatih orang dalam membangun startup. Beberapa inkubator startup yang ada di Indonesia adalah Jakarta Founder Institute, Merah Putih Inc, Project Eden, Batavia Founder, dan lain-lain. Lembaga-lembaga inilah yang kemudian mencetak para technopreneur andal untuk menjalankan startup company yang tahan banting.

Startup seperti perusahaan pada umumnya membutuhkan kemampuan marketing, pengelolaan bisnis, legalitas, serta public relation. Untuk itu, lembaga-lembaga inkubator ini berusaha membimbing para technopreneur dengan sejumlah pertemuan layaknya perkuliahan. Bahkan, narasumber-narasumber yang dihadikan dalam proses bimbingan ini pun bukan orang sembarangan, tapi kalangan praktisi yang sudah banyak makan asam garam dunia bisnis dan tentunya para pengelola startup senior. Konsep lembaga inkubator startup di Indonesia menerapkan kurikulum baku yang digariskan seperti di Amerika Serikat, dimana 95% kurikulumnya merupakan aspek nonteknis.

Satu hal yang harus diingat baik-baik para technopreneur yang akan menjalankan startup company adalah jangan takut gagal dan mau berinvestasi dalam segala hal, salah satunya waktu. Tidak sedikit orang yang mengembangkan startup akhirnya mengalihkannya dari pekerjaan aslinya, terutama saat masa inkubasi.

Para technopreneur yang dibimbing lembaga inkubator akan menjalani masa bimbingan selama kurang lebih empat bulan terkait konsep startup company yang akan dijalankan dan diawasi pihak investor. Setelah menjalani proses inkubasi, technopreneur dapat diberikan modal untuk menjalankan startup company-nya, dengan syarat proposal yang diajukannya bagus. Tapi, rata-rata setelah selesai menjalani proses inkubasi, technopreneur langsung mengembangkan bisnisnya sendiri. Untuk bisnis startup yang melejit, biasanya investor lebih tertarik berinvestasi di dalamnya.

Biaya yang harus dikeluarkan para technopreneur pemula untuk mengikuti proses inkubasi tentu tidaklah murah. Selain itu, para technopreneur yang sebelumnya memiliki pekerjaan dituntut untuk lebih fokus dan serius selama proses inkubasi. Jadi, selain harus jeli memilih lembaga inkubator, technopreneur pun harus memiliki jiwa kreatif, inovatif, dinamis, dan tentunya melek teknologi. (dari berbagai sumber)   

1 comment:

  1. This is my very first time that I am visiting here and I’m truly pleasurable to see everything at one place.Sloan

    ReplyDelete