Pages

Misteri Km 90-100 Tol Cipularang


Antara Fakta dan Mitos
Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), terutama di kilimeter 90 hingga 100. Berdasarkan data yang terkumpul sudah terjadi enam kecelakaan maut yang memakan korban jiwa delapan belas orang di jalur tersebut.

Kecelakaan fatal yang menggemparkan dan membuat jalur ini semakin lekat dengan sebutan jalur tengkorak terjadi Sabtu (3/9) sekitar pukul 10:00. Mobil bermerk Avanza bernopol B 1843 UFU yang dikemudikan pe-dangdut Saipul Jamil mengalami kecelakaan tunggal di Km 96 hingga menewaskan istri Saipul, Virginia Anggraeni.

Kawasan “maut” ini sering dikait-kaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis, bahkan beberapa supir travel mengaku pernah mendapat gangguan dari mahluk halus. Hal tersebut ternyata tak lepas dari anggapan adanya makam keramat di gunung Hejo yang terletak di sekitar km 90-100.

Gunung Hejo ternyata sebuah kawasan berupa perbukitan yang dikeramatkan oleh warga sekitar karena dianggap menjadi tempat patilasan prabu Siliwangi raja Padjajaran. Lokasi ini sering dijadikan wisata spiritual. Kemudian pada kawasan km 100 terdapat patung kepala singa yang sebenarnya sengaja dibuat untuk kebutuhan artistik.

“Patung singa aslinya batu besar yang menjorok ke jalan, jika batu tersebut diangkat bukitnya bisa ambrol. Demi kepentingan artistik dibentuk menjadi patung kepala singa,” ungkap Iwan Mulyawan, Humas Jasa Marga.

Namun penjelasan ilmiah disampaikan pakar transportasi dari ITB, Prof. Ir. Ofyar Z Tamin Msc (eng), Phd bahwa mulai dari km 100 jalan agak menurun, sebagaimana diketahui jika jalan menurun akibat beban massa dari kendaraan tanpa kita sadari kecepatan semakin bertambah tinggi. “Selain itu saat mendesain dan membangun jalan ada yang disebut kecepatan rencana. Artinya kendaraan akan aman jika melaju baik saat memasuki tikungan atau jalan menurun berada di bawah kecepatan rencana,” jelas Ofyar.

Aspek geografis pun turut berperan,  jalan yang menurun dan berkelok menuntut kewaspadaan ekstra dari pengemudi.  Sementara pihak Jasa Marga semaksimal mungkin memasang banyak rambu, baik rambu yang menjelaskan kondisi jalan atau rambu yang memperingati pengendara untuk mematuhi batas kecepatan yang tak melebihi 80 km/jam.

“Berdasarkan data kepolisian, kecelakaan terjadi lebih banyak akibat faktor kesalahan manusia, seperti mengantuk, kurang antisipasi, masalah teknis kendaraan dan kurang mematuhi standar kecepatan yang ditetapkan dalam batas aman,” ungkap Iwan Mulyawan.


Mobil 'Sambar Nyawa'?
Dalam sebulan, tercatat tiga Avanza mengalami kecelakaan di Tol Cipularang dan Padang. Salah satu korban tewas adalah Virgiana Angraeni, istri pedangdut Saipul Jamil. Akibatnya, Avanza dianggap sebagai mobil 'Sambar Nyawa'.

Seringnya kecelakaan terjadi yang dialami mobil Toyota Avanza membuat Menteri Perhubungan masa itu, Freddy Numberi berencana akan meninjau kelaikannnya. "Ada yang bilang mobil Avanza itu harus dievaluasi karena kecelakaan semua kan mobil Avanza," kata Fredy.

Pakar Keselamatan berkendara, Karman Mustamin berpendapat mobil jenis APV ini bukan buat tujuh penumpang, hanya untuk lima penumpang. Desain jok memang terlihat untuk ditumpangi lebih dari lima penumpang maka jika kendaraan ditumpangi lebih dari kapasitas normal akan menambah bobot mobil yang berpengaruh pada pengereman dan kestabilan.

Direktur Road Safety Consultant dan Defensive Driving (JDDC), Jusri Pulubuhu menjelaskan kalau ada kesalahan paradigma akibat kurangnya referensi pada para pengguna kendaraan yang pada akhirnya mengakibatkan si pengguna sebenarnya tidak mengetahui pasti tindakan yang telah dia lakukan dan apa risikonya. Ini faktor terbesar yang membuat Cipularang rawan kecelakaan.

"Sebenarnya saya sudah bahas ini di 2007, lalu 2009 juga pernah kembali saya bahas masalah Cipularang ini. Masalah sebenarnya selain karena faktor alam adalah di manusianya," ujar Jusri seperti yang dilangsir dari detikOto.

Jusri lalu menjelaskan kalau jalur dari arah Bandung ke Jakarta terutama di KM 90-100 memang banyak diwarnai jalan menurun lalu sedikit tikungan. Dengan kondisi seperti ini para pengendara kebanyakan terlena. Bukannya mengurangi kecepatan karena melihat kondisi jalan seperti itu, tapi malah mengebut.

Pada kondisi jalan yang rata, lanjut Jusri, bobot mobil kebanyakan ditahan di bagian belakang, ketika kondisi seperti ini, pengendara bisa mengemudikan kendaraannya dengan lebih stabil.

"Tapi ketika jalan menurun, bagian depan yang lebih banyak menahan bobot. Pada kondisi ini mobil lebih sulit dikendalikan, karena ban belakang yang biasanya menahan bobot jadi lebih bebas yang pada akhirnya rawan kehilangan traksi. Mobil pun jadi mudah limbung bila ada sedikit saja pergerakan ke kanan atau ke kiri," jelasnya.

"Selain itu, pada kondisi jalan menurun center gravity mobil juga akan berpindah, momen inersia akan makin membesar. Kalau pengemudi memahami dinamika jalan dan kendaraan ini maka seharusnya sebelum sampai atau awal turunan sudah sedikit melepas pedal gas bukan malah makin mengebut. Karena tidak memahami dinamika kendaraan yang ditungganginya sendiri dan karakter jalan yang dilalui, kebanyakan malah makin giat menginjak pedal gas," paparnya.

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete