Bila
akhir-akhir ini Anda merasa udara semakin tidak bersahabat dan kesulitan
menghirup udara segar, bisa jadi ini karena makin tingginya tingkat pencemaran
(polusi) udara. Pencemaran udara dapat terjadi bila berbagai komponen, seperti
mahluk hidup, zat, energi, serta komponen lain masuk atau dimasukkan ke dalam
udara karena aktivitas manusia, sehingga susunan udara berubah dan udara tidak
dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Banyak sekali kegiatan manusia yang
dapat menyebabkan kerusakan ini, mulai pembuangan gas kendaraan bermotor sampai
kegiatan industri besar. Beberapa jenis zat kimia yang dapat membuat udara
tercemar, adalah Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen
Monoksida (NO), Nitrogen Dioksida (NO2), SO2, SO3, Pb, dan CFC.
Tahun
1860, sebelum era industrialisasi, kadar CO2 di udara masih rendah, yaitu 280
ppm. Namun, tahun 1960, kadar gas tersebut meningkat menjadi 315 ppm yang
disebabkan tingginya penggunaan bahan bakar batubara, minyak bumi, dan gas
alam. Batubara dengan komponen penyusunnya berupa Karbon (C) jika dibakar akan
bereaksi dengan Oksigen (O2) menghasilkan Karbon Dioksida (CO2). Tak terkecuali
dengan gas alam dan minyak bumi yang sering dipakai sehari-hari.
Dampak dari kenaikan kadar CO2 di udara akan menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi, seperti efek rumah kaca. Rumah kaca merupakan rancang bangun yang dibuat untuk pembibitan tanaman di lahan pertanian dan perkebunan modern yang dibuat untuk mengatur sinar matahari yang menyinari tanaman. Sinar matahari dapat menembus kaca, namun sinar infra merah yang dipantulkan, tidak bisa menembus kaca dan terperangkap di dalam bangunan, sehingga suhu di dalam rumah kaca meningkat. Kondisi seperti inilah yang terjadi dengan bumi, CO2 di udara dapat dilewati sinar infra merah dan sinar tampak, tapi menahan sinar infra merah yang dipantulkan. Semakin tinggi kadar CO2 di udara, maka semakin panas suhu di permukaan bumi. Bila kondisi ini terus terjadi, maka es di kutub akan mencair dan menaikkan permukaan air laut serta bisa menenggelamkan pulau-pulau.
Kendaraan bermotor turut menyumbang 10.000 – 40.000 ppm CO, padahal udara dikatakan bersih jika hanya mengandung CO sebesar 0,1 ppm. Sementara, ambang batas CO di udara sebesar 100 ppm. Gas CO merupakan hasil dari pembakaran pada mesin kendaraan yang tidak sempurna. Pencemaran udara pun dapat disebabkan Oksida Nitrogen. Sumber utama Oksida Nitrogen adalah pembakaran bahan bakar industri dan kendaraan bermotor. Campuran NO dan NO2 sebagai pencemar ditandai dengan Nox. Ambang batas Nox di udara adalah 0,05 ppm. Nox sangat berbahaya jika bereaksi dengan bahan pencemar lain dan menimbulkan fenomena kabut asap (smog).
Untuk mendeteksi emisi kendaraan bermotor, telah dilakukan penelitian di Institut Teknologi Telkom (IT Telkom) dengan membuat sebuah prototype alat pendeteksi emisi kendaraan bermotor yang menggunakan interface LCD untuk menampilkan hasil pengukuran. Alat ini pun dapat terintegrasi langsung dengan kendaraan bermotor, sehingga bersifat embedded.
Microcontroller sebagai sebuah ”one chip solution” pada dasarnya adalah rangkaian terinterasi (integrated Circuit-IC) yang telah
mengandung berbagai komponen pembentuk sebuah komputer secara lengkap. Jika microprocessor masih memerlukan komponen
luar tambahan seperti RAM, ROM, Timer, dan lain-lain, pada microcontroller, tambahan-tambahan itu tidak dibutuhkan lagi,
karena sudah ditanam dengan sistem prosesor dalam IC tunggal microcontroller tersebut. Karena
itu, sistem microcontroller sering
disebut the real computer on a chip –
komputer utuh dalam keping tunggal. Sementara sistem microprocessor dikenal lebih terbatas, yakni computer on a chip atau komputer dalam keping tunggal. Sensor yang
digunakan adalah sensor keluaran FIGARO untuk mendeteksi CO2, gas buang mesin
diesel (NOX), dan gas buang mesin bensin (gasoline
exhaust).
Meski begitu, penelitian ini masih memiliki kekurangan, yaitu dalam hal kalibrasi dengan alat yang sudah ada. Itu diperlukan agar hasil pengukuran lebih akurat dan bisa diberi keterangan terhadap hasil pengukuran. Prospek pengembangan penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan besar emisi kendaraan, sehingga masyarakat mengetahui kapan diperlukannya perawatan terhadap mesin kendaraannya. Alat ini dapat langsung bekerja menggunakan catuan dari accu kendaraan, sehingga instalasi alat akan lebih mudah. Lingkungan pun akan lebih terawat jika pengguna kendaraan mengetahui besar emisi kendaraannya, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk perawatan mesin berdasarkan besar emisi yang dihasilkan.
Terlebih, seiring pesatnya pembangunan, tingkat pencemaran saat ini semakin sulit dikendalikan, terutama di kota-kota besar. Bertambahnya volume kendaraan di setiap ruas jalan pada setiap hari, ternyata tidak diimbangi dengan penambahan ruang hijau terbuka, sehingga mengakibatkan kualitas udara semakin buruk. Meski pencemaran tidak dapat dihilangkan, namun kehadiran alat pendeteksi emisi kendaraan bermotor, diharapkan dapat meminimalisasi tingkat polusi udara.
Oleh: Ilham Ananto Yuwono, Amd.; Mohamad
Ramdhani, ST. MT.; Ir. Sony Sumaryo, MT. *)
*) Dosen-dosen Fakultas Elektro dan
Komunikasi IT Telkom
No comments:
Post a Comment