Global Positioning System (GPS)
Zaman sekarang, orang dapat bertegur sapa meski berada di belahan bumi hingga bermil-mil jauhnya. Bahkan, kini orang bisa mengetahui dengan jelas posisi rekannya yang berjauhan dengan mengandalkan Global Positioning System (GPS). Pendek kata, semua bisa berjalan cepat akibat teknologi sudah berkembang pesat.
Demikian halnya dengan dunia perguruan tinggi. Teknologi kini kian digandrungi mahasiswa maupun dosen. Bahkan beberapa di antaranya dikompetisikan di tingkat nasional dan internasional, seperti geMasTIK (Pagelaran Mahasiswa bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi), Pimnas (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional), Imagine Cup, Indonesia ICT Award (INAICTA), dan lain-lain.
Namun, masih banyak pula yang kurang peduli pada kondisi ini. Kemalasan atau ketidakmauan berubah mengikuti perkembangan teknologi, acap menjadi apologi. Alhasil, terkadang sebuah perguruan tinggi masih mengajarkan ilmu yang itu-itu saja bertahun-tahun, tanpa memberikan sesuatu yang up to date bagi dunia pendidikan.
Hal serupa banyak terjadi di kalangan mahasiswa. Mereka tidak tergerak untuk berubah atau mengubah keadaan. Mahasiswa banyak terjebak dalam rutinitas sehari-hari, sehingga menghambat kreativitasnya. Tak jarang, mereka hanya memikirkan kegiatan antara kampus dan kost-an, atau seputar hari ini makan apa. Mereka agak lalai memikirkan nilai lebih atau keahlian yang harus dimilikinya agar kelak bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Satu solusi untuk mengejar ketertinggalan di bidang teknologi adalah menciptakan perguruan tinggi yang baik. Meski setiap perguruan tinggi mempunyai visi dan misi berbeda, sehingga menciptakan sistem pendidikan berbeda, tapi tingkatan yang baik itu dapat dicapai jika perguruan tinggi bisa menciptakan lulusan yang memenuhi base line yang dibutuhkan masyarakat. Jadi, jika perguruan tinggi sudah bisa mengiramakan visinya dengan line atau kebutuhan di masyarakat, maka perguruan tinggi itu sudah baik.
Selain itu, penyesuaian kebutuhan dengan masyarakat harus sejalan dengan kebutuhan industri, karena industri salah satu tulang punggung perekonomian bangsa. Bila industri berjalan lancar, maka perekonomian bisa tumbuh besar. Ketika ekonomi sudah stabil, maka kesejahteraan masyarakat akan mudah tercapai.
Dunia industri adalah dunia dinamis yang akan terus berjalan cepat mengikuti pergerakan zaman yang terus berkembang pesat. Meski begitu, kebutuhan industri akan sumber daya manusia yang kompeten di bidang teknologi masih belum terpenuhi. Penyebabnya, kebijakan dunia pendidikan yang tidak Link and Match dengan dunia industri. Padahal, perguruan tinggi semestinya menjadi jembatan yang menjadikan penghubung bagi dunia industri.
Suatu industri biasanya akan dengan segera mengikuti perkembangan teknologi, salah satuya teknologi software atau perangkat lunak. Ketika industri mengaplikasikan software-software high end, akan muncul pertanyaan dari pelaku industry : Siapa yang akan menjadi resource-nya? Sementara jika industri mengandalkan fresh graduate perguruan tinggi, tidak sedikit yang hanya sekadar menguasai Windows atau Office. Padahal, masih banyak software yang penguasaanya sangat dibutuhkan dalam dunia industri.
Untuk itu, perpaduan antara akademisi dengan industri dalam kegiatan-kegiatan kompetisi sangatlah penting. Sebagai contoh, Microsoft Inc. yang rutin menggelar Imagine Cup untuk mengekspresikan kreativitas mahasiswa di bidang teknologi, khususnya software. Tak hanya itu, perusahaan yang digawangi Bill Gates ini pun sering melakukan pembinaan bagi perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya dengan memberikan license gratis software-software mereka. Mereka tak sungkan terjun langsung menggelar workshop mengenai perkembangan teknologi. Tujuannya, tak lain untuk memotivasi dan memberi pengetahuan up to date bagi masyarakat.
Tujuan semua itu untuk memoles sumber daya manusia agar mampu menjadi pembaharu dan pionir di bidang teknologi. Semangat untuk menjadi yang pertama harus ada dalam diri setiap insan pendidikan dalam hal inovasi agar tidak selalu menjadi pengikut. Jika perusahaan asing sekelas Microsoft saja mampu berkontribusi dalam usaha memajukan perkembangan teknologi di Indonesia, apakah masyarakat kita sendiri hanya akan berdiam diri menghadapi pesatnya perkembangan teknologi?
Berdasarkan wawancara dengan Julius Fenata (Microsoft Academic Developer Advisor)
No comments:
Post a Comment